Orang-Orang Terpilih Dan Sesaji Di Balik Festival Bakar Tongkang Bagansiapiapi Senin, 09/09/2024 | 13:16
Riau12.com- PEKANBARU - Bakar tongkang telah menjadi tradisi turun-temurun yang digelar masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).
Tradisi bakar tongkang digelar pada bulan kelima tahun Tionghoa, hingga menjadi wisata budaya bagi diminati para wisatawan lokal maupun mancanegara.
Festival Bakar Tongkang bahkan menjadi bagian dari Kharisma Event Nusantara (KEN) 2024, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Menurut buku “Makna Tradisi Bakar Tongkang Masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi” karya Nyoto, upacara bakar tongkang melibatkan orang-orang terpilih sebagai pendukung atau pelaksana ritual. Biasanya, orang-orang terpilih ini merupakan anggota komunitas Tionghoa di daerah tersebut.
Adapun orang-orang terpilih tersebut di antaranya:
1. Kitong/Thangki
Kitong atau thang-ki yaitu orang yang dirasuki roh atau dewa adalah orang yang dipercaya sebagai perantara komunikasi antara manusia dengan dewa. Mediator komunikasi dijalankan secara tidak sadar karena tubuh kitong hanya sebagai objek kerasukan semata. Kiting dianggap orang yang memiliki ilmu spiritual yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat biasa. Karena kitong dianggap sebagai orang yang terpilih dalam acara tradisi bakar tongkang go gue cap lak.
2. Pawang/ pemimpin upacara
Pemimpin adalah orang yang menentukan jalannya suatu aktivitas upacara dari sebelum hingga sesudah. Pemimpin upacara ini biasa disebut dengan lochu.
Selain itu, ada sesaji yang dipersembahkan khusus dalam Bakar Tongkang atau perayaan go gwe cap lak. Sesaji merupakan salah satu syarat yang terdiri dari benda atau makanan yang harus ada dan dihidangkan untuk suatu upacara, dan umumnya sesaji hanya dipakai pada saat upacara itu saja.
Sesaji atau syarat-syarat yang dipersiapkan untuk melakukan ritual tradisi bakar tongkang go gwe cap lak antara lain:
a. Thua-hio yaitu dupa berukuran besar umumnya memiliki diameter 3 inchi ke atas dengan panjang lebih 2 meter, yang dibakar dengan maksud untuk menjadi mediasi komunitas –penyampai doa dan ujar-ujar komunitas intrapersonal antara jemaah peserta bakar tongkang go gwe cap lak dengan para dewa atau para leluhur.
b. Shoi-hio yaitu dupa yang berukuran kecil diameter 3 mili meter dan panjang kurang 40 cm, yang akan dibakar untuk menghasilkan asap yang dianggap sebagai media penyampai doa, ujar, ungkapan rasa syukur.
c. Cim-cua adalah kertas sembayang, kertas ini biasa melambangkan nilai mata uang. Kim-cua dibagi dua yaitu yang bernilai perak dan emas. Cim-cua memiliki nilai semiotik yang
diinterpretasikan sebagai uang yang dimiliki manusia dan diberikan kepada leluhur atau dewa.
d. Thua Ang-cek lilin besar warna merah yang diartikan berguna memberikan penerangan bagi kehidupan manusia dengan menyertakan unsur magis momen go gwe cap lik
e. Shui ang cek, lilin kecil warna merah, memiliki fungsi sama dengan Thua Ang-cek, yaitu memberikan penerangan kehidupan manusia.
f. Te- thao, kepala babi yang telah dimasak kecap, dipersembah untuk dewa dan para leluhur orang Tionghoa.
g. Pek-cam-khoi , ayam kukus putih, memiliki fungsi sama dengan Te-thao sebagai sesaji untuk dewa dan para leluhur.
h. Single bebek panggang, persembahan untuk dewa dan para leluhur.
i. Huat-kue, kue bolu kukus dibuat dalam beberapa ukuran, dipersembahan untuk melambangkan kemakmuran.
j. Bakpao yaitu pao yang yang berisikan daging babi atau tidak berisi (polos) yang memberi interpretasi perkembangan dari kehidupan manusia.
k. Chiu, yaitu arak yang dipersembahkan kepada dewa dan para leluhur. Ciu dituangkan ke dalam cawan-cawan kecil berwarna merah dan diletakkan diatas meja bersama dengan sesaji lain, atau diletakkan di depan altar sembahyang.
l. Buah-buahan yang terdiri dari nanas yang melambangkan keberuntungan, apek yang melambangkan kedamaian. Dan jeruk yang dipercayai sebagai emas bermakna rezeki, kekayaan yang berlimpah. Buah-buahan ini diletakan begitu saja diatas meja, melainkan ditempatkan dahulu di piring-piring warna merah.
m. Thoo atau kiam, yaitu pisang dan pedang runcing yang digunakan untuk menusuk tubuh dan melukai/mengiris lidah thangi agar keluar darah. Darah ini dijadikan media untuk menerjemahkan kekuatan supranatural yang dimiliki dewa atau leluhur diberikan kepada manusia.
n. Bendera , ada dua macam bendera yang dipergunakan: bendera kain dan kertas dengan berbagai ukuran dan warna, melambangakan kebesaran dan kejayaan.
Busana yang dikenakan Thangki khas saat upacara go gwe cap lak
Busana yang dikenakan thangka atau kitong waktu acara go gwe cap lak berbentuk daster sangat khas seperti tokoh-tokoh Kerajaan Tiongkok zaman dulu tetapi bagian atas Sebagian terbuka. Aksesoris lain seperti ikat kepala, celemek, sepatu, rantai dan lainya terkadang dipakaikan juga. Maksud yang ada pada festival Bakar Tongkang go gwe cap lak ketika pakaian yang dikenakan kitong atau tangkhi dapat diterjemahkan dengan multi makna oleh audience.
Tetapi makna itu sebenarnya bermakna Tunggal karena adanya konvensi sosial untuk mempersepakatkan memberi arti bahwa pakaian thangka adalah sebagai lambang kebesaran seorang dewa yang merasuki tubuh manusia.(***)