Amnesti Internasional Serukan Penolakan, Desak Parlemen Prancis Batalkan Larangan Jilbab dalam Olahraga Kamis, 20/02/2025 | 09:30
Riau12.com-JAKARTA – Amnesti Internasional menyerukan kepada anggota parlemen Prancis untuk menolak rancangan undang-undang (RUU) yang mengusulkan larangan jilbab serta simbol keagamaan lainnya dalam dunia olahraga.
RUU ini mengatur pembatasan terhadap pakaian dan simbol keagamaan di seluruh cabang olahraga di Prancis. Senat Prancis dijadwalkan akan membahasnya pekan ini.
Menurut Amnesti Internasional, meskipun prinsip sekularisme dalam Konstitusi Prancis seharusnya melindungi kebebasan beragama, namun aturan ini kerap digunakan untuk membatasi ruang gerak perempuan Muslim di ruang publik, termasuk dalam olahraga.
Organisasi hak asasi manusia tersebut juga menyoroti sejarah kebijakan diskriminatif otoritas Prancis terkait pakaian perempuan Muslim. Beberapa federasi olahraga di Prancis bahkan telah lebih dulu melarang jilbab dalam berbagai kompetisi.
Jika RUU ini disahkan, Amnesti Internasional memperingatkan bahwa kebijakan tersebut akan memperparah diskriminasi dan menciptakan lingkungan yang semakin tidak ramah bagi komunitas Muslim di Prancis.
Dalam laporan terbaru menjelang Olimpiade Paris 2024, Amnesti Internasional menegaskan bahwa pelarangan perempuan Muslim untuk bebas berpartisipasi dalam olahraga akan berdampak buruk terhadap kesejahteraan mental dan fisik mereka.
Peneliti Amnesti Internasional, Anna Blus, menyoroti bahwa larangan jilbab bagi atlet Prancis di Olimpiade Paris telah menimbulkan reaksi keras di tingkat internasional.
"Enam bulan setelah kontroversi itu, otoritas Prancis bukannya mencabut kebijakan diskriminatif ini, tetapi justru berupaya memperluasnya ke semua cabang olahraga," ujarnya, dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (19/2/2025).
Menurut Blus, dalih perlindungan sekularisme tidak dapat menjadi pembenaran bagi kebijakan yang secara spesifik menargetkan perempuan Muslim.
Diskriminasi Terstruktur
Blus menegaskan bahwa RUU ini hanya akan memperdalam diskriminasi agama dan memperburuk sentimen Islamofobia di Prancis.
"Setiap perempuan berhak memilih pakaian mereka sendiri," tegasnya, sambil menyoroti bahwa pelarangan jilbab dalam olahraga merupakan bentuk diskriminasi yang terstruktur.
Senada dengan itu, Haifa Tlili, seorang sosiolog dan pendiri komunitas Basketball for All, juga mengkritik keras larangan ini. Ia menegaskan bahwa tidak ada bukti objektif yang dapat membenarkan aturan tersebut.
"Mengklaim bahwa aturan ini diperlukan untuk kompetisi olahraga adalah sebuah kekeliruan. Tidak ada alasan yang sah untuk melarang atlet Muslim mengenakan jilbab," katanya.
Helene Ba, pemain basket profesional sekaligus salah satu pendiri komunitas tersebut, memperingatkan bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak negatif yang luas terhadap perempuan Muslim di Prancis.
Menurutnya, aturan ini akan menyebabkan penghinaan, stigma sosial, trauma psikologis, pengunduran diri dari dunia olahraga, hilangnya rasa percaya diri, serta melemahnya eksistensi klub olahraga perempuan.
Saat ini, Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) melarang penggunaan jilbab dalam pertandingan, sementara Federasi Bola Tangan Prancis telah mengizinkannya.
RUU yang diajukan oleh Senator Michel Savin ini bertujuan memperluas larangan simbol keagamaan, termasuk jilbab, dalam seluruh kompetisi olahraga di Prancis.
Selain jilbab, rancangan undang-undang ini juga berupaya melarang doa bersama di fasilitas olahraga yang menerima pendanaan negara. (***)