Krisis Pasokan Beras, Jepang Jual Harga Beras Hampir Rp 100 Ribu Per Kilogram Sabtu, 15/03/2025 | 09:26
Riau12.com-JAKARTA – Jepang tengah menghadapi krisis pasokan beras yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah terpaksa melelang cadangan darurat guna menekan lonjakan harga yang hampir mencapai Rp100 ribu per kilogram.
Krisis ini terjadi setelah lebih dari 200 ribu ton beras dilaporkan hilang dari distribusi, menyebabkan pembatasan pembelian di supermarket serta lonjakan harga di sektor restoran. Dalam setahun terakhir, harga beras di Jepang meningkat dua kali lipat. Satu kantong beras 5 kilogram kini dijual hampir 4.000 yen (sekitar Rp446 ribu), atau setara dengan Rp89.376 per kilogram.
Mengutip CNBC, lonjakan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya gelombang panas ekstrem pada musim panas 2023 yang berdampak buruk pada panen, serta kepanikan akibat peringatan bencana alam pada Agustus lalu. Kebijakan pemerintah yang membatasi produksi demi menjaga harga tetap tinggi juga turut memperparah situasi.
Menteri Pertanian Jepang, Taku Eto, menyatakan bahwa kondisi ini 'benar-benar di luar dugaan' dan memerlukan langkah cepat untuk mengembalikan harga ke tingkat normal. Sebagai respons, pemerintah Jepang melelang 165 ribu ton beras dari cadangan daruratnya, bagian dari total 231 ribu ton yang akan dilepas ke pasar guna mengatasi kekurangan pasokan.
Selain faktor cuaca dan kebijakan produksi, perubahan sistem distribusi beras juga berkontribusi terhadap kelangkaan. Kebijakan baru memungkinkan petani menjual langsung tanpa melalui distributor utama, sehingga pasokan menjadi lebih sulit dilacak. Di sisi lain, spekulasi pasar semakin memperburuk keadaan, di mana pelaku usaha dan individu menimbun beras dengan harapan harga terus meningkat.
"Sebagian orang kini memperlakukan beras sebagai instrumen investasi," kata Masayuki Ogawa, Asisten Profesor Ekonomi Pertanian di Universitas Utsunomiya.
Untuk menghindari krisis serupa di masa depan, pemerintah Jepang berencana meningkatkan ekspor beras hingga delapan kali lipat menjadi 350 ribu ton pada 2030. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi diversifikasi produksi dan stabilisasi pasokan domestik. Rencana ini akan dimasukkan dalam kebijakan dasar pangan dan pertanian yang diperbarui setiap lima tahun.
Sejak 2024, Jepang telah mengalokasikan lahan pertanian seluas 1,2 juta ton untuk produksi beras non-konsumsi utama, seperti pakan ternak dan ekspor. Pemerintah juga berupaya menekan biaya produksi dari 11.350 yen menjadi 9.500 yen per 60 kilogram guna meningkatkan daya saing terhadap beras impor.
Kebijakan tarif beras Jepang juga mendapat sorotan dari Amerika Serikat. Pemerintahan Presiden Donald Trump menuding Jepang menerapkan tarif hingga 700 persen pada impor beras, yang dinilai menghambat perdagangan bebas. Jika AS merespons dengan kebijakan tarif balasan terhadap industri otomotif Jepang, dampak ekonomi yang ditimbulkan bisa sangat besar.
Dengan konsumsi beras domestik mencapai 6,6 juta ton per tahun dan populasi yang terus menurun, Jepang menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan produksi, distribusi, dan harga beras. Lelang cadangan strategis dan ekspansi ekspor menjadi langkah awal, tetapi efektivitasnya dalam menstabilkan pasar masih perlu diuji dalam beberapa bulan ke depan.
Keputusan pemerintah dalam mengelola kebijakan pangan ini akan menjadi faktor kunci bagi ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi Jepang ke depan. (***)