Kontroversi Masa Jabatan Alfedri di Pilkada Siak: Benarkah Sudah Dua Periode? Sabtu, 15/03/2025 | 10:26
PEKANBARU-Riau12.com - Kontroversi terkait masa jabatan Bupati Siak, Alfedri, kembali mencuat. Beberapa waktu lalu pun, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, menyebut status Alfedri telah menjabat dua periode sehingga berpotensi memicu pemungutan suara ulang (PSU) dua kali dalam Pilkada Siak 2024.
Menanggapi hal tersebut, mantan Ketua KPU Riau, Ilham Muhammad Yasir, memberikan penjelasan. Menurutnya, pada saat itu terdapat Peraturan KPU (PKPU) No. 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Kepala Daerah. Dalam Pasal 14 PKPU tersebut, dijelaskan penghitungan dua periode dibedakan berdasarkan status Plt yang dilantik secara definitif dengan Plt yang tidak dilantik atau hanya berstatus sebagai pejabat sementara.
"PKPU menerjemahkan waktu itu penghitungan masa jabatan dimulai sejak Plt dilantik secara definitif. Namun, hal ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghitung masa jabatan tanpa membedakan apakah seorang Plt telah dilantik atau tidak," ungkap Ilham, Jumat (14/3/2025).
Lebih lanjut, Ilham menjelaskan dalam Pilkada kemarin, persoalan ini sempat menjadi bahan gugatan dalam sengketa hasil pemilihan oleh para paslon. Dikatakannya, MK menegaskan calon yang terindikasi telah menjabat selama dua periode harus didiskualifikasi.
"Siak punya potensi itu, karena pada periode awal Alfedri (2015–2020), saat ia menggantikan Pak Samsuar yang terpilih sebagai Gubernur, masa jabatannya dihitung sudah lebih dari 2,5 tahun, atau dihitung satu periode," katanya.
Namun, Ilham menambahkan dalam kasus Alfedri, jika masa jabatannya saat menggantikan Syamsuar kurang dari 2,5 tahun, maka masa tersebut belum dapat dihitung sebagai satu periode penuh.
"Kalau tidak salah, pihak Pak Alfedri menghitung masa jabatannya saat itu kurang dari 2,5 tahun, sehingga belum memenuhi hitungan satu periode penuh," katanya.
Ia menegaskan KPU Siak hanya menjalankan aturan yang tertuang dalam PKPU. Sementara itu, PKPU No. 8 Tahun 2024 merupakan hasil dari proses konsultasi antara KPU dengan DPR RI melalui rapat dengar pendapat (RDP).
Selain itu, ia menyoroti adanya putusan MK No. 2 Tahun 2023 yang seharusnya menjadi acuan utama dalam menentukan masa jabatan kepala daerah.
"Ada putusan MK tahun 2023, putusan MK No. 2 Tahun 2023 yang ditafsirkan lagi seharusnya dilaksanakan apa adanya sesuai putusan MK tersebut, dan PKPU No. 8 Tahun 2024 itu prosesnya KPU dengan DPR RI lewat rapat konsultasi/RDP," pungkasnya.(***)