Sidang Kasus Korupsi Eks Pj Walikota Pekanbaru: Saksi Ungkap Praktik "Uang Siluman" Rabu, 07/05/2025 | 08:33
Riau12.com-PEKANBARU – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, serta dua bawahannya mantan Sekretaris Daerah Indra Pomi Nasution dan mantan Plt Kabag Umum Setdako Novin Karmila kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (6/5/2025).
Dalam sidang tersebut, Asisten III Administrasi Umum Setdako Pekanbaru, Samto, yang hadir sebagai saksi, mengakui menerima sejumlah dana operasional yang tidak melalui prosedur resmi. Ia menyebut tidak mengetahui pasti sumber dana yang diterimanya, namun mengindikasikan bahwa uang tersebut berasal dari pemotongan anggaran di lingkup Pemko Pekanbaru.
"Apakah dari GU (Ganti Uang) atau TU (Tambahan Uang), saya tidak tahu pasti," kata Samto menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK.
Samto merinci telah menerima sejumlah uang dari beberapa pejabat, seperti Rp50 juta dari mantan Kabag Umum Hariadi Wiradinata, Rp5 juta dari Fajri, Rp5 juta dari Kabag Protokol Reza Aulia Putra, serta sejumlah uang lainnya yang diberikan oleh pejabat Setdako. Ia juga mengakui adanya arahan dari Indra Pomi untuk menyalurkan dana kepada pihak eksternal, termasuk untuk kebutuhan media, LSM, dan internal kantor.
Saksi lain, Ingot Ahmad Hutasohut (Asisten II) dan Masykur Tarmizi (Asisten I), juga mengakui menerima uang dan fasilitas dari Bagian Umum. Ingot mengaku menerima total Rp22 juta serta makanan dan minuman, sementara Masykur menerima total Rp15 juta selama dua tahun terakhir.
JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak, dalam dakwaannya menyebut bahwa Risnandar Mahiwa dan kawan-kawan diduga melakukan pemotongan dana dari GU dan TU yang bersumber dari APBD/Perubahan APBD 2024, dengan nilai total mencapai Rp8,95 miliar.
Rinciannya, Risnandar Mahiwa diduga menerima Rp2,9 miliar, Indra Pomi Rp2,4 miliar, Novin Karmila Rp2 miliar, dan ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto alias Untung, sebesar Rp1,6 miliar. Dana tersebut diperoleh dari pencairan GU senilai Rp26,5 miliar dan TU Rp11,2 miliar sepanjang Mei hingga Desember 2024.
Dalam proses pencairan, Novin melaporkan ke Risnandar, yang kemudian memerintahkan Indra Pomi untuk menandatangani SPM dan SP2D. Setelah pencairan, uang dipotong oleh bendahara dan diserahkan ke Novin, yang kemudian membagikannya ke para pihak.
Risnandar juga disebut menerima dana tunai dalam beberapa kesempatan, termasuk untuk pembayaran jahit baju istrinya sebesar Rp158 juta yang bersumber dari dana GU dan TU.
Selain pemotongan anggaran, ketiga terdakwa juga didakwa menerima gratifikasi. Risnandar tercatat menerima Rp906 juta dalam bentuk uang dan barang dari delapan ASN, termasuk uang tunai, tas mewah, dan pakaian. Indra Pomi menerima gratifikasi senilai Rp1,2 miliar, dan Novin Karmila Rp300 juta.
Atas perbuatannya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, seperti yang dilansir dari tribunnews.(***)