Kasus Korupsi Ekspor CPO, Kejagung Sita Rp11,8 Triliun dari Korporasi Wilmar Group Rabu, 18/06/2025 | 09:12
Riau12.com-JAKARTA – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) menyita dana senilai Rp11,88 triliun lebih dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya yang melibatkan lima perusahaan dalam naungan Wilmar Group.
Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, menyampaikan bahwa penyitaan dilakukan terhadap lima korporasi terdakwa dalam perkara yang terjadi pada 2022 lalu. Mereka adalah:
- PT Multimas Nabati Asahan
- PT Multi Nabati Sulawesi
- PT Sinar Alam Permai
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia
- PT Wilmar Nabati Indonesia
“Kelima terdakwa korporasi ini telah didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas Sutikno, Selasa (17/6/2025).
Masih dalam Proses Kasasi
Meski demikian, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya menyatakan kelima korporasi tersebut lepas dari segala tuntutan hukum. Atas putusan itu, penuntut umum telah mengajukan upaya hukum kasasi, yang hingga saat ini masih dalam tahap pemeriksaan di Mahkamah Agung.
Kerugian Negara Capai Rp11,88 Triliun
Menurut audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta kajian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), total kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini mencapai Rp11.880.351.802.619, mencakup kerugian keuangan negara secara langsung, keuntungan ilegal, serta kerugian terhadap perekonomian nasional.
Berikut rincian nominal kerugian dari masing-masing terdakwa:
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57.303.038.077,64
- PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7.302.288.371.326,78
“Seluruh nilai kerugian tersebut telah dikembalikan oleh kelima korporasi dan kini disimpan dalam rekening penampungan Kejaksaan Agung di Bank Mandiri,” ungkap Sutikno.
Penyitaan dana dilakukan berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Proses ini dilakukan pada tingkat penyidikan untuk kepentingan pemeriksaan kasasi, dengan mengacu pada Pasal 38 ayat (1) KUHAP, seperti yang dilansir dari sindonews.(***)