Tak Lagi Serentak, MK Pisahkan Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah, Ini Alasannya Jumat, 27/06/2025 | 09:50
Riau12.com-JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilihan umum (pemilu) lokal harus diselenggarakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional rampung. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah tumpang tindih agenda politik nasional dan daerah.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa rampungnya pemilu nasional dihitung dari waktu pelantikan jabatan politik yang dipilih, seperti anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.
Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sementara itu, pemilu lokal meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota.
Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini didasarkan pada evaluasi penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024 yang menyebabkan berbagai kendala, termasuk lemahnya persiapan kaderisasi partai politik dan kejenuhan pemilih akibat terlalu banyaknya surat suara yang harus dicoblos dalam satu waktu.
MK menilai bahwa pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal akan meningkatkan kualitas demokrasi, memberi ruang lebih bagi partai politik menyiapkan calon, serta memberikan waktu bagi pemilih untuk fokus.
"Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka pemungutan suara untuk anggota DPRD dan kepala daerah dilakukan secara serentak, paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR, DPD, atau presiden dan wakil presiden," kata Saldi Isra dalam sidang pleno MK di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang meminta pemilu lokal tidak lagi diselenggarakan bersamaan dengan pemilu nasional.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa rampungnya pemilu nasional dihitung dari waktu pelantikan jabatan politik yang dipilih, seperti anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.
Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sementara itu, pemilu lokal meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota.
Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini didasarkan pada evaluasi penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024 yang menyebabkan berbagai kendala, termasuk lemahnya persiapan kaderisasi partai politik dan kejenuhan pemilih akibat terlalu banyaknya surat suara yang harus dicoblos dalam satu waktu.
MK menilai bahwa pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal akan meningkatkan kualitas demokrasi, memberi ruang lebih bagi partai politik menyiapkan calon, serta memberikan waktu bagi pemilih untuk fokus.
"Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka pemungutan suara untuk anggota DPRD dan kepala daerah dilakukan secara serentak, paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR, DPD, atau presiden dan wakil presiden," kata Saldi Isra dalam sidang pleno MK di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang meminta pemilu lokal tidak lagi diselenggarakan bersamaan dengan pemilu nasional.(***)