Bobby Nasution Berpotensi Besar di Panggil KPK, Usai Dua Orang Kepercayaan Ditetapkan Jadi Tersangka Senin, 30/06/2025 | 14:56
Riau12.com-- Bobby Nasution, Gubernur Sumatera Utara, berpotensi besar untuk dipanggil oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol. Asep Guntur, terkait penelusuran aliran dana dalam kasus korupsi proyek PUPR Sumatera Utara.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/6/2025) sore lalu, Asep Guntur menjelaskan bahwa timnya masih fokus menelusuri secara cermat distribusi aliran uang hasil korupsi tersebut.
Pemanggilan Bobby Nasution akan dilakukan jika memang diperlukan dalam proses penyelidikan ini.
Untuk sementara ini, Komisi Pemberantasan Kerupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut), Jumat (27/6/2025).
Adapun kelima tersangka adalah:
1. Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
2. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
3. Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.
4. M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG).
5. M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN. Rayhan juga merupakan anak dari Akhirun.
"Menetapkan lima orang sebagai tersangka yaitu satu TOP dan RES, untuk perkara di Dinas PUPR," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
"Kemudian Heliyanto untuk perkara yang di PJN," sambungnya.
Asep menambahkan, Akhirudin dan anaknya, Rayhan, merupakan pihak swasta yang memberikan suap kepada tiga tersangka dari dua dinas yang berbeda.
Akhirudin dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara tiga tersangka lainnya, yakni Topan Ginting, Rasuli Siregar, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sepak Terjan Topan Ginting dan Rasuli Efendi Siregar
Soosok Topan Obaja Putra Ginting (TOP) atau "The Golden Boys Medan" baru empat bulan pindah tugas ke Pemprov Sumut dari Pemko Medan.
Ia pun langsung menjabat Kepala Dinas PUPR Pemprov Sumut begitu diangkut dari Pemko Medan.
"The Golden Boys Medan" itu dilantik sebagai Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemprov Sumut pada 24 Februari 2025 oleh Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution.
Bukan rahasia lagi, kalau Topan Ginting merupakan pejabat muda "anak emas" Bobby Nasution.
Sejak Bobby Nasution duduk sebagai Wali Kota Medan, karir Topan Ginting terus melambung bak roket.
Dari jabatan Camat Medan Tuntungan, ia dipromosikan Bobby Nasution sebagai Kepala Dinas PU atau Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi Kota Medan, serta pernah duduk sebagai Pelaksana tugas (Pj) Sekda Kota Medan.
Ketika Bobby Nasution terplih sebagai Gubernur Sumut, ia lalu menarik Topan duduk sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Tingkat Provinsi. Tentu saja jabatan itu sangat "basah" dan sarat dengan proyek.
Nilai harta kekayaan Topan juga meningkat pesat sejak ia menduduki posisi eleson II di masa Pemerintahan Bobby, baik sewaktu di Pemko Medan maupun setelah duduk sebagai Kepala Dinas di Pemprov Sumut.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2024, Topan Ginting memiliki nilai harta kekayaan sebesar Rp 4,9 miliar.
"Total harta kekayaan Rp. 4.991.948.201," demikian tertulis di LHKPN KPK milik Topan yang dilihat Tribun Medan, Sabtu (28/6/2025).
Harta kekayaan tersebut terdiri dari empat tanah dan bangunan senilai Rp 2 miliar. Empat tanah dan bangunan tersebut berada di Kota Medan.
Topan juga melaporkan memiliki dua unit, yakni mobil Innova senilai Rp 380 juta dan mobil Toyota landcruiser hardtop senilai Rp 200 juta. Serta harta bergerak lainnya sebesar Rp 86,5 juta.
Selain itu, Topan melaporkan memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 2,2 miliar. Namun, Topan tercatat tidak memiliki utang.
Orang Kepercayaan Topan Ginting
Sementara, Rasuli Efendi Siregar merupakan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sumatera Utara (PUPR Sumut) yang turut ditangkap KPK.
Dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Desa Sipiongot, Kecamatan Dolok, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) tersebut, Rasuli Efendi Siregar bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Ia ditugaskan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting untuk mengatur lelang proyek, dan memenangkan PT Dalihan Natolu Group (DNG) milik M Akhirun Efendi Siregar atau M Ahirun Piliang.
Dalam proses penunjukan kontraktor yang menyalahi aturan itu, Rasuli Efendi Siregar turut membantu PT Dalihan Natolu Group mempersiapkan segala dokumen untuk keperluan e-catalog.
Selain itu, Rasuli Efendi Siregar ini jugalah orang yang patut diduga bertugas mengumpulkan uang korupsi untuk diberikan kepada Topan Ginting.
Sebab, dalam siaran pers KPK, Rasuli Efendi Siregar disebut telah menerima setoran dari M Akhirun Efendi Siregar dengan cara transfer rekening. Uang yang ditransfer ini pula patut diduga mengalir pada Topan Ginting, 'anak emas' Gubernur Sumut Bobby Nasution.
Rasuli Efendi Siregar adalah ASN yang bertugas di jajaran Pemprov Sumut. Ia menjabat sebagai Kepala UPTD Gunungtua Dinas PUPR Sumut.
Rasuli Efendi Siregar lahir pada 27 Oktober 1983.
Dikutip dari Tribunnews.com, Rasuli Efendi Siregar ini memiliki pengalaman di bidang kontruksi.
Ia menyandang dua gelar, yakni Sarjana Teknik (ST) yang didapat dari Teknik Sipil Universitas Islam Sumut dan Magister Ilmu Administrasi Publik (MAP).
Adapun kariernya di pemerintahan, Rasuli Efendi Siregar menjadi PNS Januari 2009. Sejak saat itu, ia pun telah beberapa kali mendapat tugas penting di pemerintahan. Saat ini jabatannya eselon III/d.
Pada laman cekskk.com, Rasuli Efendi Siregar disebut memiliki dua sertifikat bidang expertise, yaitu Ahli Muda Bidang Keahlian Manajemen Konstruksi dan Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Jalan.
SKK Konstruksi Ahli Muda Bidang Keahlian Manajemen Konstruksi dikeluarkan oleh Gataki Konstruksi Mandiri pada 4 Oktober 2022.
Sementara SKK Konstruksi Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Jalan diterbitkan oleh ASTEKINDO KONSTRUKSI MANDIRI pada 26 September 2022.
Jabatannya sebagai Kepala UPTD Gunung Tua telah diemban sejak Selasa, 21 Februari 2023. Ia dilantik bersama dengan 328 pejabat eselon III lainnya oleh Gubernur Sumut sebelumnya, Edy Rahmayadi.
Dari laporan harta kekayaannya ke KPK, Rasuli Efendi Siregar tercatat mengalami penambahan pada harta kekayaannya. Setidaknya selama setahun terakhir ini.
Di awal menjabat sebagai Kepala UPTD Gunung Tua, harta kekayaan Rasuli Efendi Siregar mencapai Rp 654.824.329.
Setahun kemudian, harta kekayaannya bertambah menjadi Rp 774.076.000 atau ada tambahan sekira Rp 119 juta.
Dalam LHKPN yang dilaporkan per 3 Januari 2025 itu, Rasuli Efendi Siregar memiliki sejumlah aset yaitu tanah dan kendaraan bermotor.
Aset lain yang dimilikinya adalah harta bergerak lainnya serta kas dan setara kas.
Bila dijumlahkan, sebenarnya harta kekayaan Rasuli Efendi Siregar akan mencapai Rp 1,5 miliar. Hanya saja, Rasuli Efendi Siregar punya utang ratusan juta, tepatnya Rp 770 juta. Sehingga mengurangi nilai asetnya yang terdaftar di elhkpn.kpk.go.id.
Apa Tanggapan Bobby Nasution setelah Kedua "Tangan Kanannya" Itu Ditangkap KPK?
Gubernur Sumut Bobby Nasution tak banyak berkomentar terkait penangkapan Topan Ginting dan Rasuli Efendi Siregar tersebut.
Menantu Joko Widodo (Jokowi) itu pun menyerahkan sepenuhnya soal itu (follow the money) ke KPK.
"Ya kita lihat di hukum aja nanti (adanya dugaan aliran uang korupsi proyek jalan ke gubernur)," jelasnya saat diwawancara, Senin (30/6/2025).
Dikatakan Bobby Nasution, apabila dipanggil KPK untuk dimintai keterangan, ia bersedia.
palagi penjelasan mengenai aliran uang proyek tersebut.
"Namanya proses hukum kita bersedia saja. Apalagi katanya, ada aliran uang. Kita, saya rasa di pemprov, kalau ada aliran uang ke jajaran ke sesama ke bawahan atau ke atasan ya wajib memberi keterangan kita bersedia,"ucapnya.
Partai Golkar Ambil Tindakan
Terpisah, DPD Golkar Tapanuli Selatan (Tapsel) akan mengganti jabatan Bendahara partai yang kini dipegang Muhammad Akhirun Piliang, usai dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diketahui, Akhirun Piliang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengerjaan proyek jalan bersama Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting.
Ketua DPD Golkar Tapsel, Rahmat Nasution menyampaikan posisi Akhirun akan digantikan sementara sambil menunggu proses hukum yang tengah berjalan. "Kita ganti sementara waktu sampai proses hukum lebih lanjut. Jadi bukan dipecat, kita masih menunggu proses lebih lanjut," kata Rahmat kepada Tribun Medan, Minggu (29/6/2025).
Golkar lanjut Rahmat tidak akan ikut campur atau memberikan bantuan hukum terhadap kasus yang menjerat Akhirun.
Rahmat memastikan, dalam kasus itu Akhirun bertindak sebagai pribadi. "Tidak ada hubungannya, dia kan masalah lain, bukan masalah partai," lanjutnya.
Sebagai sesama kader Golkar, Rahmat pun mendoakan agar kasus yang dialami Akhirun cepat berlalu.
"Ya mudah mudahan cepat selesai lah kasusnya. Dan semua orang tau itu tidak ada hubungannya dengan Golkar," ujarnya.
Sosok Akhirun Piliang
Akhirun Piliang merupakan direktur utama PT Dalihan Natolu Group (DNG) sekaligus bendahara DPD Golkar Tapanuli Selatan.
Dia kini berstatus tersangka bersama Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting terkait suap pemenangan tender pengerjaan jalan dalam Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Akhirun diketahui merupakan kader Golkar.
Dia juga menjabat sebagai bendahara Golkar Tapsel sejak 2020 hingga 2025.
Selain pengurus Golkar, dia juga memiliki perusahaan bernama PT DNG yang beralamat di Desa Benteng Huraba, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Dirinya merupakan ayah dari tersangka lainnya yakni Direktur PT RN M Rayhan Dulasmi Piliang yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Mengutip laman gapensi.or.id, Akhirun Piliang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum IV di Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia atau Gapensi Sumut. Dirinya menjabat Wakil Ketua Umum IV Gapensi Sumut untuk periode 2017-2022.
KPK Diultimatum
Di sisi lain, Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) mendapatkan ultimatum dari Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) setelah menetapkan 5 orang tersangka korupsi proyek jalan di Sumut.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengancam akan menggugat KPK jika tidak memeriksa Gubernur Sumut Bobby Nasution.
Menurut Boyamin, pemeriksaan Bobby sangat penting karena menyangkut marwah KPK dan membuka secara terang kasus ini.
"Memanggil Bobby Nasution dan mengembangkan kasus ini. Kalau tidak segera dipanggil dalam waktu dua minggu, saya gugat praperadilan,” tegas Boyamin.
4 Alasan Mengapa KPK Harus Periksa Bobby Nasution
Boyamin Saiman membeberkan empat alasan mengapa KPK wajib memeriksa Bobby, minimal sebagai saksi, dalam perkara yang sedang bergulir ini:
1. Demi Asas Keadilan Hukum
Boyamin menyebut bahwa dalam banyak kasus korupsi, jika kepala dinas sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka KPK juga akan meminta keterangan dari kepala daerah tempat dinas itu berada.
Dalam kasus ini, Kepala Dinas PUPR Sumut adalah bawahan langsung dari Gubernur Bobby Nasution.
“Ini bukan berarti Bobby bersalah atau terlibat. Tapi sebagai atasan, wajib dimintai keterangan. Itu asas keadilan,” jelasnya.
Jika Bobby tidak dimintai keterangan, menurut Boyamin, hal itu menunjukkan adanya perlakuan tidak adil dan dapat memunculkan kesan tebang pilih dalam penegakan hukum.
2. Untuk Memulihkan Citra KPK yang Kian Tergerus
Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga antikorupsi ini disebut mengalami penurunan kepercayaan publik. Jika Bobby —yang juga menantu Presiden Joko Widodo— tidak dipanggil, maka KPK dianggap tunduk terhadap kekuasaan.
“Survei menunjukkan citra KPK terus menurun. Kalau tidak panggil Bobby, KPK akan makin terpuruk,” ujarnya.
Boyamin menilai, pemeriksaan terhadap Bobby bisa menjadi momentum bagi KPK untuk menunjukan bahwa hukum tidak pandang bulu, sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat.
3. Ada Kedekatan Pribadi Antara Bobby dan Tersangka
Topan Obaja Putra Ginting, salah satu tersangka, bukan orang baru di lingkungan Bobby Nasution.
Ia diketahui pernah menjabat sebagai Sekda Kota Medan saat Bobby menjabat Wali Kota. Hubungan profesional yang berlanjut ke jabatan strategis di provinsi menjadi alasan kuat untuk memeriksa Bobby.
“Topan itu orang dekat Bobby. Dulu Sekda Medan, sekarang Kadis PUPR. Harus didalami lebih lanjut,” kata Boyamin.
Ia menekankan bahwa pemeriksaan terhadap Bobby bukan bentuk tuduhan, tetapi prosedur normal dalam rangka mengembangkan penyidikan dan memastikan tak ada konflik kepentingan yang terabaikan.
4. Untuk Menelusuri Jejak Dana dan Relasi Kekuasaan
Alasan terakhir adalah pengembangan kasus. Boyamin menegaskan pentingnya KPK menggali lebih dalam hubungan antara Topan dan Bobby, serta memastikan apakah ada aliran dana mencurigakan atau penyalahgunaan kekuasaan.
“Perlu ditelusuri apakah Topan selama ini bergerak sebagai ‘cowboy Bobby’. Ada indikasi relasi kekuasaan yang perlu digali,” tuturnya.
Menurutnya, pengembangan perkara ini tidak hanya menyangkut proyek yang sudah diungkap, tetapi juga proyek lain yang pernah dikerjakan oleh Topan, baik saat di Medan maupun kini di tingkat provinsi.
KPK menyebut total nilai proyek dalam dua klaster tersebut mencapai setidaknya Rp231,8 miliar. Rinciannya sebagai berikut:
1. Proyek di Dinas PUPR Provinsi Sumut
Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–SP. Pal XI tahun 2023 (Rp56,5 miliar)
Preservasi Jalan tahun 2024 (Rp17,5 miliar)
Rehabilitasi jalan dan penanganan longsor tahun 2025
Preservasi Jalan tahun 2025 (nilai belum disebutkan)
2. Proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumut
Jalan Sipiongot–batas Labusel (Rp96 miliar)
Jalan Hutaimbaru–Sipiongot (Rp61,8 miliar)
“Kami masih menelusuri proyek-proyek lainnya dan potensi kerugian negara,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (28/6/2025).
Untuk sementara ini, Komisi Pemberantasan Kerupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut), Jumat (27/6/2025).
Adapun kelima tersangka adalah:
1. Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
2. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
3. Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.
4. M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG).
5. M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN. Rayhan juga merupakan anak dari Akhirun.
Aliran Uang Korupsi Diperiksa
Di kasus ini, KPK telah menetapkan anak buah Bobby sebagai tersangka yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.
Kaitannya tentu saja dalam soal aliran dana, apakah ada setoran yang diberikan Topan Obaja Putra Ginting kepada Bobby Nasution.
Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep, Guntur Rahayu
"Terkait dengan profil dari TOP dari PUPR tadi menyampaikan orang dekatnya gubernur, Saudara BN, bahkan mungkin dari sebelum jadi gubernur ya, sudah menjadi orang dekatnya. Kemudian pernah juga menjabat Plt. Sekda Kota Medan waktu Saudara BN menjabat Wali Kota Medan gitu ya dan lain-lain,"
"Nah yang ditanyakan adalah apakah KPK akan mengusut setoran-setoran ke BN ataupun ke atasannya dari BN. Nah tentu ya kami seperti juga yang telah disampaikan beberapa waktu, bahwa saat ini sedang dilakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu," kata Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Asep menegaskan bahwa KPK tidak akan pilih kasih dalam mengusut kasus korupsi di perkara ini.
KPK pun bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri jejak uang atau follow the money dalam kasus ini.
"Seperti saya sampaikan bahwa selebihnya ini sedang kita ikuti. Kalau nanti ke siapa pun ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke gubernur, ke mana pun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” kata Asep.
Lebih jauh, Asep menegaskan bahwa KPK akan memeriksa pihak-pihak yang diduga terkait dalam perkara tersebut.
Tak terkecuali dengan memeriksa menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution.
"Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan. Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya," ujar Asep.
Asep turut menyinggung kunjungan Bobby Nasution ke Gedung KPK pada bulan April 2025 lalu.
Kunjungan tersebut disebut tidak secara spesifik membahas kasus ini.
"Kemudian pada bulan April, ini Saudara BN, selaku gubernur terpilih di Sumatera Utara. Ini sepengetahuan kami tidak hanya gubernur Sumatera Utara, gubernur Jawa Barat juga ke sini dan beberapa gubernur yang lain, beberapa kepala daerah yang lain ke sini,”
"Tentunya menyampaikan beberapa hal yang ada di wilayahnya. Yang disampaikan tidak spesifik terkait tentang ini. Memang mungkin terkait dengan birokrasi yang ada di sana, hambatan-hambatan birokrasi apa saja dan yang lain-lainnya," ujar Asep.
Berawal dari Pengaduan Masyarakat
Ternyata pengusutan kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat (dumas) soal proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumut.
Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol Asep Guntur, dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Kata Asep, masyarakat mengadu soal proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumut.
"Kronologinya di mana sejak beberapa bulan lalu itu ada informasi dari masyarakat kepada kami terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tertentu di Sumut kualitasnya yang memang kurang bagus sehingga diduga ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya," kata Asep.
Berangkat dari aduan masyarakat tersebut, KPK lalu menerjunkan tim untuk pengecekan ke lokasi. Ditemukan ada beberapa proyek jalan yang dikorupsi.
"Berbekal dari aduan masyarakat tersebut, kemudian KPK menurunkan tim tentunya dan memantau pergerakan yang kemudian juga di pertengahan tahun ini ada beberapa proyek jalan ya jalan, ada beberapa proyek jalan di Sumatera utara," ujar Asep.
"Nah, sekitar awal Minggu ini, diperoleh informasi ada kemungkinan pertemuan dan juga terjadi penyerahan sejumlah uang," imbuhnya.
Saat menerima informasi tersebut, Asep mengatakan pihaknya dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama, kata dia, pihaknya punya pilihan untuk menunggu hingga proses lelang pengerjaan proyek jalan ini selesai. Meskipun pada prosesnya, lelang proyek ini sudah ditentukan pemenangnya oleh Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Ginting, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Pembangunan jalan ini berjalan, dilakukan oleh pihak-pihak yang memang sudah di-setting menang. Kita akan menunggu nanti sejumlah uang, pada umumnya 10 sampai 20 persen," kata Asep.
Asep menyebut pada pilihan ini, KPK berpotensi mengamankan uang dari hasil praktik korupsi yang dilakukan ditaksir mencapai Rp 41 miliar atau sekitar 20 persen dari nilai proyek bernilai Rp 231,8 miliar.
Kemudian Asep menjelaskan pilihan kedua bisa diambil KPK yakni langsung melakukan OTT agar pihak perusahaan yang dipastikan menang proses lelang tidak bisa menjalankan proyek tersebut karena kecurangannya.
Asep mengatakan dari dua pilihan yang bisa diambil, KPK memilih untuk langsung melakukan OTT meski dengan penyitaan uang dari barang bukti yang diperoleh jumlahnya tidak besar. Namun, kata dia, dalam pilihan kedua ini KPK dapat mencegah agar proyek jalan tidak dikerjakan dengan proses curang.
"Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek ini, tentu nantinya proyek yang atau hasil pekerjaannya, tidak akan maksimal. Karena sebagian dari uangnya tersebut paling tidak tadi, sekitar 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap memperoleh pekerjaan tersebut, tidak digunakan untuk pembangunan jalan,"beber Asep.
"Nah tentunya pilihan kedua ini lah yang diambil. Walaupun ini uang yang ter-deliver kepada para pihak itu tidak sebesar kalau KPK mengambil opsi yang pertama, tetapi tentunya kebermanfaatan dari masyarakat akan lebih besar kalau mengambil opsi yang kedua ini,"pungkasnya.
Dalam kasus ini, ada dua klaster. Klaster pertama terkait dugaan korupsi pembangunan jalan proyek PUPR Sumut. Klaster kedua menyangkut proyek-proyek di Satker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Sumut.
Jatah Uang Rp 8 Miliar Belum Diterima TOP Ginting, Keburu Langsung Ditangkap KPK
Dalam kasus ini, Kadis PUPR Sumut Topan Ginting disebut telah mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Plt Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa Topan menginstruksikan kepada RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini untuk menunjuk Dirut PT DNG, KIR, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai total kedua proyek Rp 157,8 miliar.
"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.
Dalam kasus ini, Topan Ginting diduga akan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari upayanya meloloskan pihak perusahaan pemenang lelang tersebut.
"Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira ya dari Rp 231,8 miliar itu, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran ya itu,"ungkap Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Asep menuturkan uang sekitar Rp 8 miliar itu akan diberikan kepada Topan secara bertahap hingga proyek selesai dikerjakan oleh pihak M Akhirun Pilang selaku Dirut PT DNG, yang ditunjuk untuk menjalankan proyek jalan tersebut.
"Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya,"beber Asep.
Kronologi kejadian
Asep menerangkan RES menelepon KIR tentang penayangan proyek yang akan dilakukan pada Juni 2025 ini. RES sekaligus meminta KIR menyiapkan dana dan memasukkan penawaran sebagai pihak yang akan mengelola proyek jalan tersebut.
Informasi dari RES kemudian ditindaklanjuti oleh KIR yang meminta stafnya, termasuk anaknya, RAY, untuk berkoordinasi mengenai penyiapan hal teknis mengenai proses e-katalog.
Pada akhirnya, RES dan KIR pun berhasil mengatur proses e-katalog hingga PT DNG berhasil memperoleh proyek tersebut.
"Atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Provinsi Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening. Jadi ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer, seperti itu," ujar Asep.
Dia juga menyebut uang yang diduga diberikan KIR dan RAY ini kepada beberapa pihak untuk memuluskan pemenangan pengerjaan proyek sejumlah jalan di Sumut diketahui setelah adanya kegiatan penarikan tunai senilai Rp 2 miliar yang dilakukan keduanya.
"Kami sudah mendapatkan informasi, ada penarikan uang sekitar Rp 2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan besar uang Rp 2 miliar ini akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak tertentu, di mana pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek ya terkait dengan pembangunan jalan," jelasnya.
Proyek jalan yang ditangani TOP dan empat tersangka lainnya di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua hingga pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, Sumatera Utara (Sumut) dengan total nilai Rp 231,8 M.
"TOP memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa mekanisme dan proses pengadaan barang dan jasa. KIR sudah dibawa TOP saat survei. ada kecurangan, tidak melalui proses lelang," katanya.
Dia menjelaskan Topan menginstruksikan kepada Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, yang juga penjabat pembuat komitmen (PKK) dalam proyek ini, untuk menunjuk Dirut PT DNG, Akhirun Pilang, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot.
"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.
Saat ini, Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Ginting bersama empat orang lainnya telah ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK. "Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Sabtu (28/6/2025).
Asep menyebut penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan sejak tanggal 28 Juni-17 Juli 2025.
"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut untuk 20 hari pertama terhitung mulai 28 Juni hari ini sampai 17 Juli," jelasnya.
Dalam kasus ini, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung tua sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara, Akhirun (KIR) selaku Dirut PT DNG dan anaknya, Rayhan Dulasmi (RAY) selaku Dirut PT RN dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(***)