Ditengah Turunnya Produksi dan Cukai Naik, Rokok Murah pun Jadi Wajah Baru Industri Tembakau Senin, 04/08/2025 | 09:57
Riau12.com-JAKARTA – Fenomena pergeseran konsumsi rokok di Indonesia memasuki babak baru. Di tengah merosotnya produksi dan tanpa kenaikan tarif cukai tahun ini, penerimaan negara justru meningkat. Apa yang terjadi? Rokok murah kini jadi primadona.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Djaka Budhi Utama, menyebut tren ini sebagai downtrading—di mana konsumen beralih dari rokok mesin ke rokok tangan yang lebih terjangkau.
“Penerimaan tumbuh 7,3 persen menjadi Rp109,2 triliun meski tarif tidak naik. Ini karena konsumsi berpindah ke segmen yang lebih murah, namun tetap berkontribusi ke cukai,” ujarnya, Minggu (3/8/2025).
Ironisnya, di saat penerimaan negara meningkat, data justru menunjukkan penurunan produksi rokok secara nasional. Semester I-2025 mencatat produksi hanya 142,6 miliar batang, angka terendah sejak 2018 (kecuali 2023). Namun produksi rokok murah masih mendominasi pasar, mengisi kekosongan daya beli masyarakat yang kian tertekan.
Produksi Juni 2025 tercatat turun 5,7 persen dari bulan sebelumnya, mengonfirmasi tren lesunya sektor hulu namun larisnya segmen bawah. Fenomena ini tak hanya soal industri, tapi juga cerminan ekonomi rakyat: harga menjadi segalanya.
“Ini realitas yang perlu dicermati. Di satu sisi negara tetap mendapat untung, tapi kita juga harus memikirkan keberlanjutan industri dan risiko sosialnya,” kata Djaka.
Untuk menjaga laju penerimaan, pemerintah mengusung enam strategi fiskal, termasuk perluasan objek cukai dan penguatan kerja sama antar lembaga. Namun tak bisa dipungkiri, pergeseran konsumsi ini menandakan bahwa rokok bukan hanya barang konsumsi—tapi indikator tekanan ekonomi.
Saat rokok murah merajai pasar, persoalannya tak hanya fiskal atau industri, tapi juga bagaimana negara hadir untuk menjaga keseimbangan antara pemasukan dan perlindungan rakyat yang jadi konsumen utama produk murah ini. (***)