Rugikan Negara Rp1 Triliun, KPK Pertimbangkan Panggil Jokowi di Kasus Penyalahgunaan 20 Ribu Kuota Tambahan Haji Selasa, 12/08/2025 | 10:18
Riau12.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk memanggil Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi akan menjadi sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Kasus ini melibatkan dugaan penyalahgunaan 20.000 kuota tambahan haji yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa lembaganya bersikap adil tanpa pandang bulu dalam memanggil para saksi.
“Pemanggilan saksi akan dilakukan berdasarkan kebutuhan penyidik,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Kasus korupsi terkait penyelenggaraan haji bukan kali pertama terjadi di Indonesia.
Sebelumnya, sejumlah kasus serupa juga pernah diungkap KPK, termasuk kasus pada tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan penyelewengan dana dan kuota haji.
Seperti Kasus Korupsi Dana Haji di Kementerian Agama (2013-2014), Kasus Korupsi Kuota Haji di Provinsi Jawa Timur (2017), Kasus Penyelewengan Dana dan Kuota Haji di Kementerian Agama (2020).
“KPK terbuka untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini dan dapat membantu membuka dan membuat terang dari penanganan perkara ini,” ujarnya.
Keterkaitan nama Jokowi muncul karena tambahan kuota 20.000 jemaah tersebut merupakan hasil lobi langsung yang ia ajukan kepada pemerintah Arab Saudi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut tujuan awal permintaan itu untuk mempersingkat antrean haji reguler yang bisa mencapai belasan tahun.
“Tambahan 20.000 kuota ini hasil pertemuan atau kunjungan Presiden Republik Indonesia [era itu adalah Jokowi] dengan pemerintah Arab Saudi di mana alasannya adalah permintaan kuota ini karena kuota reguler itu nunggunya sampai 15 tahun lebih,” jelas Asep.
Modus Korupsi Haji: Kuota Reguler Jadi Bancakan
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota tambahan seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8 persen untuk haji khusus (1.600 jemaah). Namun, pembagian dilakukan 50:50, yakni masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan haji khusus.
“Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua,” kata Asep.
Penyimpangan ini diduga menjadi sumber kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK kini membidik pihak-pihak yang memberi perintah pembagian kuota ilegal tersebut dan yang menikmati aliran dananya.
“Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana,” ungkap Asep.
“Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini,” tambahnya.
Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah dimintai keterangan pada Kamis (7/8/2025) dan akan dipanggil lagi untuk pemeriksaan lanjutan.
KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dan akan menjerat para pihak yang terlibat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(***)