Gaji DPR Sampai 3 Juta Perhari, Rakyat Hanya Bisa Mengelus Dada Senin, 18/08/2025 | 10:13
Riau12.com-JAKARTA – Kabar bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat kini mengantongi penghasilan hingga Rp 100 juta per bulan kembali menyulut kemarahan publik. Isu ini mencuat usai kebijakan baru mengganti rumah dinas dengan tunjangan perumahan bernilai puluhan juta rupiah.
Dengan tambahan tersebut, penghasilan total anggota DPR bisa mencapai setara Rp 3 juta per hari. Media sosial pun ramai dengan komentar sinis dan nada kecewa dari rakyat. Di tengah harga kebutuhan pokok yang melambung dan sulitnya akses ekonomi bagi banyak keluarga, gaji fantastis wakil rakyat menjadi ironi yang sulit diterima.
"Simbol jurang antara mereka yang duduk di gedung parlemen dan mereka yang berjuang hidup dari pagi sampai malam di jalanan," ungkap seorang aktivis mahasiswa.
Secara resmi, gaji pokok anggota DPR hanya Rp 4,2 juta sesuai PP Nomor 75 Tahun 2000. Namun, tunjangan menjadikan nominal itu berlipat: dari tunjangan jabatan, komunikasi intensif, kehormatan, hingga bantuan listrik dan telepon. Kini, tunjangan perumahan juga ditambahkan sebagai kompensasi tidak lagi memakai rumah dinas.
Publik menilai kebijakan ini kian menjauhkan DPR dari realitas rakyat yang diwakilinya. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata upah minimum provinsi 2025 masih di kisaran Rp 3,5 juta. Bahkan di banyak wilayah, masih jauh di bawahnya.
Buruh pabrik, pekerja informal, guru honorer, petani, hingga nelayan di berbagai pelosok Indonesia hanya mampu menghasilkan Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta per bulan. Kesenjangan itu kian mencolok ketika DPR justru mendapat tunjangan dan fasilitas melimpah di saat ekonomi rakyat belum pulih sepenuhnya.
"Kami hanya bisa bertahan dengan beras lima kilogram dan lauk seadanya. DPR hidup dengan standar yang jauh dari kami," ujar warga di kawasan pesisir utara Jawa.
Situasi ini menegaskan pentingnya evaluasi atas seluruh bentuk tunjangan dan penghasilan pejabat publik. Penghasilan tinggi bukan masalah selama sejalan dengan kinerja dan kepedulian kepada rakyat. Namun, jika hanya menjadi simbol kekuasaan dan kemewahan, legitimasi publik terhadap DPR bisa terus tergerus.(***)