Pemerintah Kian Gencar Kejar Pajak, Warga Diminta Perlakukan Seperti Zakat Selasa, 19/08/2025 | 11:46
Riau12.com-JAKARTA – Pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang menyamakan kewajiban membayar pajak dengan zakat dan wakaf, mengundang sorotan tajam dari kalangan akademisi. Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, menganggap pernyataan itu sebagai sinyal bahwa pemerintah akan makin agresif dalam menggenjot penerimaan pajak.
Hal ini disampaikannya dalam Media Briefing CSIS RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8/2025).
“Bu Sri Mulyani telah mengatakan bahwa kira-kira sebagian rezeki kita ada untuk pajak dan ada untuk sedekah,” katanya.
Menurutnya, filosofi fiskal tersebut mengisyaratkan intensifikasi pajak melalui perbaikan administrasi dan penegakan kepatuhan. Pemerintah dinilai tengah bersiap memperluas jangkauan pajak tanpa menambah jenis pajak baru.
“Jadi, itu indikasi bahwa pemerintah akan memburu menaikkan penerimaan pajak lebih gencar di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya,” ujarnya.
Namun, Deni mengingatkan bahwa upaya tersebut bukan tanpa tantangan. Dari 145 juta penduduk usia kerja, hanya sekitar 17 juta yang tercatat membayar atau melaporkan pajak. Sementara mayoritas pekerja, sekitar 59 persen, masih berada di sektor informal.
“Basis pajak kita memang sangat kecil. Hanya 17 juta dari 145 juta orang yang usia kerja itu yang bayar pajak atau mengisi form pajak,” jelasnya.
Ia menilai, target pemerintah untuk menaikkan penerimaan pajak hingga 13,5 persen dalam RAPBN 2026 berisiko menimbulkan kelelahan fiskal, terutama jika tidak diimbangi dengan reformasi struktural.
“Kita tidak bisa memaksakan peningkatan pendapatan pajak terutama dalam waktu singkat,” ujarnya.
Kondisi ini diperburuk oleh ketergantungan yang semakin besar terhadap penerimaan pajak. Dalam lima tahun terakhir, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara naik dari 77 persen menjadi 86 persen, sementara PNBP dari sumber daya alam justru turun.
“Meski demikian walaupun penerimaan meningkat, tax ratio kita itu ternyata masih tetap stagnan di sekitar 10 persen, kalau dia dalam arti sempit atau 12 persen dalam artian luas,” pungkasnya.
Sri Mulyani sebelumnya menyatakan tidak akan memperkenalkan jenis pajak baru. Pemerintah lebih memilih memperkuat sistem administrasi dan sinergi data lintas kementerian.
“Apakah ada pajak baru? Tidak,” kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Sabtu (16/8/2025).
Selain itu, reformasi pemungutan pajak digital, pemanfaatan coretax, dan insentif untuk mendukung daya beli dan investasi menjadi prioritas pemerintah. Target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2026 ditetapkan 5,4 persen dengan inflasi 2,5 persen. Pemerintah juga menaikkan target tax ratio menjadi 10,47 persen terhadap PDB.(***)