Klasifikasi Pembagian Beras Premium dan Medium Akan Dihapus, Bapanas: Harus Hati-hati! Rabu, 20/08/2025 | 09:12
Riau12.com-JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan skema baru penyederhanaan harga dan mutu beras nasional. Rencana ini akan menggantikan klasifikasi lama yang membagi beras menjadi kategori premium dan medium, menjadi dua jenis: beras reguler dan beras khusus. Namun, keputusan final masih menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa hasil rapat koordinasi telah menghasilkan harga eceran tertinggi (HET) baru. Namun, harga tersebut belum diumumkan secara resmi.
"Sudah ada HET, tapi belum bisa disampaikan sebelum dilaporkan ke Presiden," ujar Zulkifli, Selasa (19/8/2025).
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa perubahan klasifikasi dan HET tidak boleh dilakukan tergesa-gesa. Ia menyebut, beras merupakan komoditas yang sangat sensitif dan berdampak langsung ke 280 juta masyarakat Indonesia.
“Kelihatannya kecil, cuma naik Rp100 atau Rp500. Tapi dampaknya luas. Jadi kebijakannya tidak boleh keliru,” tegasnya.
Menurut Arief, wacana penghapusan klasifikasi premium dan medium bukan instruksi Presiden, melainkan inisiatif dari kementerian dan lembaga teknis agar sistem perberasan menjadi lebih sederhana dan adil.
“Kami ajukan berbagai opsi ke Pak Menko Pangan. Kalau disepakati, maka tak ada lagi istilah beras premium. Beras adalah beras,” ujarnya.
Dalam skema baru, HET hanya berlaku untuk beras reguler. Sementara beras khusus akan dipasarkan tanpa batas harga, namun tetap wajib memiliki sertifikasi merek khusus. Kebijakan ini akan dituangkan dalam revisi dua regulasi utama: Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 tentang mutu dan label beras, serta Peraturan Nomor 5 Tahun 2024 tentang HET.
Sebelumnya, HET beras ditetapkan berbeda berdasarkan kelas dan wilayah. Beras medium berkisar antara Rp12.500 hingga Rp13.500 per kilogram, dan premium di angka Rp14.900 hingga Rp15.800. Sedangkan beras khusus seperti beras organik, varietas lokal, dan beras impor seperti jasmine dan japonica, tidak diatur secara langsung.
Kini, pemerintah berharap penyederhanaan ini dapat menyelesaikan persoalan klasik seputar pengendalian harga beras dan mendorong transparansi distribusi di seluruh Indonesia.(***)