Rusia Tak Gentar, Trump Ancam Sanksi Baru Usai Gagal Satukan Putin-Zelensky Minggu, 24/08/2025 | 17:51
Riau12.com-WASHINGTON – Upaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menjembatani perundingan damai antara Rusia dan Ukraina menghadapi jalan buntu. Setelah dengan percaya diri mengumumkan rencana mempertemukan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Trump justru harus menerima kenyataan pahit: Moskow menolak.
Hanya empat hari setelah deklarasi optimis Trump, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menegaskan bahwa Putin tidak akan duduk semeja dengan Zelensky kecuali Ukraina lebih dulu menyetujui tuntutan lama Rusia terkait penyelesaian perang. Penegasan itu memupus klaim Trump yang sempat mengumumkan terobosan diplomatiknya.
Trump—yang saat kampanye berjanji akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina pada “hari pertama” masa jabatannya—menyebut dirinya akan mengambil langkah baru dalam dua pekan bila negosiasi langsung tetap buntu. Ia bahkan membuka kemungkinan menjatuhkan sanksi atau tarif baru terhadap Rusia.
“Kalau mereka tidak mau bertemu, saya akan tahu apa yang harus saya lakukan dalam dua minggu,” kata Trump.
Optimisme sempat menguat di Eropa setelah Trump mengumumkan rencana pertemuan Putin-Zelensky. Janjinya memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina pascaperang juga sempat memunculkan harapan. Namun, dalam hitungan hari, sikap keras Rusia kembali menutup pintu diplomasi.
Lavrov menegaskan bahwa pertemuan puncak belum bisa dilakukan karena “agenda sama sekali belum siap”. Di saat yang sama, Putin justru memperlihatkan kekuatan dengan berkunjung ke Sarov, kota yang menjadi pusat program nuklir Rusia sejak era 1940-an. Kunjungan itu dinilai sebagai sinyal bahwa Moskow tidak melunak meski ada tekanan internasional.
Sementara itu, Ukraina bersama sekutu Barat terus mendesak adanya jaminan keamanan baru untuk mencegah agresi Rusia di masa depan. Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte yang bertemu Zelensky di Kyiv menyatakan dukungan penuh terhadap proposal dua lapis, yaitu memperkuat militer Ukraina pascaperang dan memberikan komitmen keamanan dari AS serta Eropa.
Namun, sejumlah diplomat Eropa menilai sikap Rusia hanyalah upaya memperlambat perdamaian. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyebut tuntutan agar Ukraina menyerahkan wilayahnya sebagai “jebakan” yang berbahaya.
“Mereka ingin kita masuk ke perangkap itu. Rusia tidak pernah memberi konsesi apa pun, sementara merekalah agresornya,” tegas Kallas.
Ketidakpastian semakin terasa setelah Rusia melancarkan salah satu serangan udara terbesar pada 2025 dengan ratusan drone dan puluhan rudal balistik menghantam Ukraina barat. Zelensky menuding Moskow sengaja menghindari perundingan.
“Masalahnya bukan pada pertemuan itu sendiri, tetapi mereka tidak ingin mengakhiri perang,” ujarnya.
Dengan sikap Rusia yang tetap keras, langkah Trump untuk mempertemukan Putin dan Zelensky tampaknya masih jauh dari berhasil.