Status “Nonaktif” Anggota DPR Dinilai Simbolis, Publik Desak Partai Lakukan PAW Selasa, 02/09/2025 | 11:50
Riau12.com-JAKARTA– Kebijakan sejumlah partai politik yang menonaktifkan kadernya di DPR mendapat sorotan tajam. Publik menilai langkah tersebut hanya bersifat simbolis karena tidak memiliki dasar hukum, sehingga mendesak partai untuk segera melakukan pergantian antarwaktu (PAW).
Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, saat ditanya mengenai status Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, mengaku belum bisa memastikan langkah PAW. “Kemarin dari DPP Golkar, seperti yang sudah disampaikan sekjen, bahwa Pak Adies Kadir sudah dinonaktifkan,” ujarnya singkat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/9/2025).
Ketika ditanya mengenai hak-hak anggota DPR yang berstatus nonaktif, termasuk soal gaji, Bahlil juga enggan menjawab tegas. “Iya, nanti kita lihat,” katanya.
Sikap serupa ditunjukkan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan. Saat dicecar pertanyaan terkait kemungkinan PAW terhadap Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, Zulhas memilih bungkam dan langsung meninggalkan lokasi.
Pakar Hukum: Nonaktif Tak Punya Dasar Hukum
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai istilah “nonaktif” tidak memiliki landasan hukum. “Nonaktif ini bukan istilah hukum, ini keputusan politik. Dalam hukum itu adanya pergantian antarwaktu, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tetap,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pemberhentian sementara hanya berlaku bila anggota DPR berstatus tersangka atau terdakwa kasus hukum. “Nonaktif tidak diatur dalam undang-undang, sehingga konsekuensi hukumnya tidak jelas,” tegas Denny.
Hal senada disampaikan pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari. Menurutnya, istilah nonaktif tidak dikenal dalam Undang-Undang MD3, sehingga anggota DPR yang dinyatakan nonaktif tetap berhak atas gaji dan tunjangan. “Nonaktif itu tidak berarti pemberhentian. Jadi hak-hak anggota DPR tetap berjalan karena secara hukum mereka masih menjabat,” jelasnya.
Dorongan Reformasi DPR dan Partai Politik
Denny menambahkan, polemik ini harus dijadikan momentum mendorong reformasi mendasar di DPR dan partai politik. “Yang harus ditargetkan bukan hanya anggota dewan yang dijatuhi sanksi, tetapi juga reformasi DPR dan partai politik. Karena proses rekrutmen dan pemilu kita selama ini juga bermasalah,” tuturnya.
Publik kini menunggu sikap tegas partai politik apakah berani mengambil langkah konkret melalui mekanisme PAW, atau sekadar berhenti pada status “nonaktif” yang tak jelas payung hukumnya.