Mengungkap Sejarah Maulid Nabi: Dari Fenomena Alam Saat Kelahiran Rasul hingga Tradisi di Era Dinasti Fatimiyah Jumat, 05/09/2025 | 14:47
Riau12.com-JAKARTA – Setiap bulan Rabiul Awal, umat Muslim di berbagai belahan dunia memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW atau yang dikenal dengan Maulid Nabi. Di Indonesia, tradisi ini berlangsung meriah, mulai dari pengajian, shalawat, hingga berbagai bentuk perayaan budaya. Namun, di balik kemeriahannya, peringatan Maulid Nabi memiliki sejarah panjang yang masih diperdebatkan para sejarawan.
Sejarah Islam mencatat, kelahiran Nabi Muhammad pada 12 Rabiul Awal 571 Masehi atau dikenal sebagai Tahun Gajah, diiringi berbagai peristiwa luar biasa. Api abadi di Persia yang telah menyala ratusan tahun mendadak padam. Istana Kisra retak dan runtuh 14 balkon megahnya. Di Mekah, pasukan bergajah pimpinan Abraha yang hendak menghancurkan Ka’bah dihancurkan Allah melalui burung Ababil sebagaimana tercatat dalam Surah Al-Fil.
Bahkan, riwayat menyebutkan paman Nabi, Abu Lahab, yang kelak menjadi penentang Islam, turut bergembira atas kelahiran Muhammad bin Abdullah. Karena kegembiraannya itu, azab Abu Lahab dikatakan diringankan oleh Allah setiap Senin, hari kelahiran sang Nabi.
Dari Fatimiyah hingga Shalahuddin al-Ayyubi
Meski begitu, tradisi memperingati kelahiran Nabi tidak dikenal pada masa sahabat, tabiin, maupun para imam mazhab. Para sejarawan Islam menilai, perayaan Maulid Nabi mulai muncul pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Al-Maqrizi dan al-Qalqashandi, dua sejarawan dari era Mamluk, menulis bahwa pada abad ke-10 M, Dinasti Fatimiyah rutin mengadakan berbagai perayaan, termasuk Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal. Acara itu dipimpin khalifah, dihadiri qadhi, ulama, dan para pembesar kerajaan, diawali pembacaan Al-Qur’an dan khutbah.
Pendapat lain menyebutkan, Maulid Nabi dipopulerkan pada masa Shalahuddin al-Ayyubi sekitar abad ke-12 M. Kala itu, perayaan ini dianggap sebagai cara membangkitkan semangat jihad kaum Muslim yang tengah berperang melawan pasukan Salib. Namun, sebagian ahli menilai klaim tersebut lemah karena tidak ada catatan sejarah yang secara langsung menghubungkan Shalahuddin dengan tradisi Maulid.
Tradisi yang Terus Hidup
Perdebatan akademik soal siapa yang pertama kali menginisiasi Maulid Nabi masih berlangsung. Namun yang jelas, perayaan ini kini telah menjadi tradisi spiritual sekaligus budaya di kalangan umat Islam.
Di Indonesia, Maulid Nabi dirayakan dengan penuh semarak. Bagi sebagian masyarakat, ini bukan sekadar mengenang kelahiran Nabi Muhammad, melainkan momentum untuk meneladani akhlak dan perjuangannya.
Dari Ctesiphon yang menyimpan sisa istana megah Kisra hingga desa-desa di Nusantara yang penuh lantunan shalawat, gema kelahiran Nabi Muhammad SAW terus hidup dalam sejarah dan hati umat Muslim.