Riau12.com-JAKARTA – Setelah dihantam gelombang protes masyarakat yang menolak tunjangan fantastis, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengambil langkah besar. Tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan yang sebelumnya diterima setiap anggota dewan resmi dihentikan.
Keputusan itu diumumkan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, usai rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi, Kamis (4/9/2025).
“Mulai 31 Agustus 2025, DPR menyepakati penghentian tunjangan perumahan untuk anggota DPR RI,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (5/9/2025).
Tak hanya tunjangan perumahan, evaluasi juga dilakukan terhadap sejumlah fasilitas lain, seperti biaya komunikasi intensif, listrik, telepon, dan transportasi. Dengan pemangkasan tersebut, gaji bersih atau take home pay anggota DPR berkurang menjadi sekitar Rp65 juta per bulan.
Berdasarkan rincian resmi, anggota DPR masih menerima gaji pokok, tunjangan jabatan, uang sidang, hingga tunjangan konstitusional seperti komunikasi dengan masyarakat dan honorarium fungsi dewan. Total bruto mencapai Rp74,2 juta, dipotong pajak sekitar Rp8,6 juta.
Meski demikian, anggota DPR tetap akan memperoleh uang pensiun setelah mengakhiri masa jabatannya, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980. Besarnya berkisar 6–75 persen dari dasar pensiun, tergantung masa jabatan.
Keputusan ini diambil setelah aksi besar-besaran masyarakat pada 25 dan 28 Agustus 2025 yang menolak tunjangan perumahan. Demonstrasi berujung ricuh, terutama usai insiden kendaraan taktis Brimob melindas seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.
Tragedi tersebut memicu kerusuhan di sejumlah wilayah, termasuk perusakan fasilitas umum, penyerangan kantor polisi, hingga penjarahan rumah anggota DPR. Dari aksi tersebut lahir tuntutan “17+8” yang menekan pemerintah dan DPR untuk segera merevisi berbagai kebijakan dalam batas waktu tertentu.
Pemangkasan tunjangan Rp50 juta dianggap sebagai respons cepat DPR atas krisis kepercayaan publik. Namun, masyarakat masih menunggu langkah konkret lainnya untuk membuktikan bahwa parlemen benar-benar mendengar suara rakyat sekaligus memperbaiki tata kelola keuangan negara.