Musik dalam Islam, Antara Boleh dan Haram: Jejak Riwayat dari Rasulullah hingga Sahabat Sabtu, 06/09/2025 | 13:56
Riau12.com-PEKANBARU – Perdebatan soal hukum musik dalam Islam bukanlah hal baru. Bahkan sejak masa Rasulullah SAW, di kalangan para Sahabat sudah muncul ragam pandangan mengenai boleh tidaknya mendengarkan musik dan nyanyian.
Sejumlah riwayat menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menolak kehadiran musik dalam momen tertentu. Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari melalui jalur Aisyah RA, dikisahkan dua budak perempuan bersenandung di rumah Nabi pada Hari Raya Id. Ketika Abu Bakar RA menegur dengan menyebutnya sebagai “seruling setan”, Rasulullah justru menegaskan, “Abu Bakar, tiap kaum punya hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”
Hadis lain juga menggambarkan bahwa Nabi SAW bahkan menganjurkan adanya hiburan saat acara pernikahan. “Tidakkah kalian menyuguhkan musik (lahwun)? Kaum Anshar itu menyukainya,” sabda beliau kepada Aisyah.
Riwayat at-Tirmidzi juga menyebutkan, seorang budak perempuan pernah bernazar untuk memukul duff (rebana) dan bernyanyi jika Nabi pulang dengan selamat dari peperangan. Rasulullah pun mempersilakannya.
Tidak hanya Rasulullah, sejumlah Sahabat juga tercatat tidak menolak musik. Umar bin Khattab pernah membiarkan Khawwat bin Jubair menyanyikan syair hingga mendekati waktu sahur dalam perjalanan haji. Begitu pula Abdullah bin Zubair, yang bahkan diketahui memiliki alat musik dari Syam.
Namun, perbedaan pendapat tetap muncul. Beberapa Sahabat seperti Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas dikenal mengharamkan musik, dengan berpegang pada hadis riwayat Imam al-Bukhari yang menyebut akan ada kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamar, dan alat musik (ma’azif).
Ahmad Zarkasih, penulis buku Lagu, Nyanyian dan Musik, Benarkah Diharamkan? menjelaskan bahwa musik pada dasarnya boleh, dengan tiga syarat utama: tidak menimbulkan fitnah, tidak disertai maksiat, dan tidak melalaikan kewajiban.
“Jika musik haram, tentu sejak awal Nabi menolak kehadiran budak yang bernyanyi di rumahnya. Faktanya, beliau membiarkan bahkan mendukung hiburan dalam momen tertentu,” jelas Zarkasih.
Perbedaan pandangan inilah yang akhirnya membuat hukum musik di kalangan ulama hingga kini tetap diperdebatkan. Ada yang mengharamkan dengan tegas, ada pula yang membolehkan dengan batasan.