Ustaz Khalid Basalamah Mengaku Jadi Korban Dugaan Korupsi Kuota Haji PT Muhibbah Rabu, 10/09/2025 | 10:13
Riau12.com-Jakarta – Pendakwah sekaligus pemilik agensi perjalanan haji Uhud Tour, Ustaz Khalid Zeed Abdullah Basalamah, akhirnya buka suara soal keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi kuota haji yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usai diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (9/9/2025), Khalid menegaskan dirinya bukan pelaku, melainkan korban dari ulah PT Muhibbah Mulia Wisata yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud.
“Posisi kami ini korban dari PT Muhibbah yang dimiliki Ibnu Mas’ud,” ujar Khalid.
Khalid menjelaskan, ia awalnya mendaftar sebagai jemaah haji furoda dan sudah melunasi biaya. Namun, kemudian ia ditawari untuk berangkat melalui PT Muhibbah dengan iming-iming visa resmi dari tambahan kuota haji sebanyak 20.000 orang yang disebut-sebut berasal dari Kementerian Agama.
“Bahasanya Ibnu Mas’ud kepada kami, PT Muhibbah ini adalah kuota tambahan resmi 20.000 dari Kemenag. Karena dibahasakan resmi, ya kami terima. Bahkan saya sendiri ikut terdaftar sebagai jemaah di PT Muhibbah,” jelas Khalid yang juga Ketua asosiasi Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji).
Ia menyebut, total ada 122 jemaah yang berangkat menggunakan fasilitas tersebut. Seluruhnya dijanjikan pelayanan VIP dengan visa khusus.
Sebelumnya, Khalid sempat mangkir dari panggilan KPK pada 2 September 2025. Namun, kini ia menegaskan siap bersikap kooperatif dan membantu penyidik mengungkap kasus dugaan korupsi kuota haji yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp1 triliun.
KPK sendiri mulai menyidik kasus ini sejak 9 Agustus 2025, usai meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Lembaga antirasuah juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam pembagian tambahan kuota 20.000 jamaah haji pada tahun 2024, yang dinilai tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Kasus ini diperkirakan akan terus berkembang, menyusul sorotan publik terhadap tata kelola penyelenggaraan ibadah haji dan dugaan permainan kuota yang merugikan jamaah maupun negara.