Rahayu Saraswati Mundur dari DPR, Haidar Alwi: Keberanian Mengakui Kekhilafan Adalah Kekuatan Politik Kamis, 11/09/2025 | 12:01
Riau12.com-JAKARTA – Keputusan politikus Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, untuk mundur dari kursi anggota DPR RI mendapat apresiasi luas. Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menilai langkah itu bukan hanya soal prosedur administratif, tetapi wujud tanggung jawab moral kepada masyarakat.
“Moralitas pejabat publik tidak diukur dari seberapa kuat ia bertahan di kursi kekuasaan, melainkan dari kesanggupan mengakui kekhilafan dan berani mundur ketika kepercayaan publik terguncang,” tegas Haidar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Menurut Haidar, keputusan Rahayu berbeda dari pola umum politikus Indonesia yang kerap bertahan meski dihantam kritik keras. Permintaan maaf yang disampaikan secara terbuka disebutnya sebagai pengakuan atas kedaulatan rakyat.
“Dalam politik, permintaan maaf semacam ini jarang terdengar. Pejabat lebih sering berlindung di balik narasi ‘digoreng’ atau ‘dipelintir’,” ujarnya.
Meski mengundurkan diri, Rahayu tetap berkomitmen menyelesaikan pembahasan RUU Kepariwisataan sebelum benar-benar melepaskan jabatannya. Hal itu dinilai Haidar sebagai tanggung jawab politik agar proses legislasi tidak terbengkalai.
“Dengan menyelesaikan tugas terakhir sebelum mundur, ia menghindari kesan lari dari tanggung jawab. Justru ia memastikan proses legislasi tidak terabaikan,” jelasnya.
Haidar menambahkan, kesediaan Rahayu meminta maaf memperlihatkan kesadaran bahwa setiap ucapan pejabat publik bukan sekadar opini pribadi, melainkan representasi negara yang memiliki konsekuensi simbolik.
“Rahayu tampak memahami hal ini, sehingga memilih memikul beban kesalahan sepenuhnya. Sikap ini menunjukkan kedewasaan politik yang jarang ditemui,” ungkapnya.
Dalam kultur politik Indonesia, mundurnya pejabat karena kehilangan kepercayaan publik disebut Haidar sebagai peristiwa langka. Ia menilai langkah Rahayu membuka ruang diskursus baru bahwa akuntabilitas moral harus berjalan seiring dengan akuntabilitas politik.
“Keberanian mundur bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang menunjukkan penghormatan terhadap etika jabatan,” pungkas Haidar.