Kasus Korupsi Kuota Haji: KPK Periksa Nama-Nama dari PBNU, Jejak Uang Rp1 Triliun Diburu Jumat, 12/09/2025 | 09:24
Riau12.com-JAKARTA – Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2025 terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menelusuri dugaan aliran dana jumbo hingga Rp1 triliun yang disebut-sebut mengalir ke sejumlah pihak, termasuk organisasi keagamaan besar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya menerapkan metode follow the money untuk memastikan kemana dana hasil korupsi itu mengalir.
“Kita tidak mendiskreditkan siapapun, termasuk organisasi keagamaan. Tapi setiap rupiah harus ditelusuri untuk kebutuhan asset recovery,” ujar Asep, Kamis (11/9/2025).
Menurut Asep, penelusuran ke organisasi keagamaan menjadi relevan karena kasus ini menyangkut penyelenggaraan ibadah haji, yang erat kaitannya dengan umat Islam dan institusi keagamaan.
Sejumlah nama dari PBNU dan organisasi terkait sudah dipanggil penyidik KPK, di antaranya Syaiful Bahri (staf PBNU), Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex (mantan staf khusus Menteri Agama sekaligus Ketua PBNU Yaqut Cholil Qoumas), serta Syarif Hamzah Asyathry (Wasekjen PP GP Ansor).
Selain pemeriksaan saksi, KPK juga telah melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Agama, rumah pihak terkait, serta sejumlah biro perjalanan haji swasta. Dari serangkaian langkah itu, KPK menduga kerugian negara akibat kasus ini sudah melampaui Rp1 triliun.
Masalah utama yang diungkap KPK terletak pada pembagian kuota tambahan 20 ribu jamaah yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2019, seharusnya 92 persen kuota diberikan untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, praktik di lapangan justru menyimpang: 10 ribu dialokasikan ke haji reguler dan 10 ribu lainnya ke haji khusus.
Untuk melacak arus dana, KPK mendapat dukungan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga itu diharapkan mampu membuka jalur transaksi keuangan yang diduga dipakai untuk menyalurkan hasil korupsi.
“Tujuan akhirnya jelas: mengembalikan uang negara yang telah dicuri,” tegas Asep.
Dengan semakin banyak fakta yang terungkap, kasus korupsi kuota haji ini diprediksi bakal menjadi salah satu perkara besar yang menguji integritas penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.