Petani Pondok Kompeh Tegaskan Tak Pernah Serahkan Sertifikat, Tapi Lahan Diklaim TNTN Jumat, 12/09/2025 | 14:05
PRiau12.com-INHU– Sejumlah warga Dusun Pondok Kompeh, Desa Lubuk Batu Tinggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, merasa terancam setelah Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas-PKH) melakukan penertiban di wilayah yang berada di bibir Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) tahap satu.
Kepala dusun setempat, Marlan Tarigan, menceritakan bahwa masyarakat telah menempati dusun ini sejak 1957 dan selama puluhan tahun menggantungkan hidup pada kebun kelapa sawit yang dibangun secara swadaya. Sebagian kebun kini dikelola melalui tiga koperasi—Mekar Sakti, Lubuk Indah, dan Tani Berkah—dengan total luas sekitar 3.000 hektar.
“Kebun-kebun ini sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) keluaran 1998-1999. Artinya rata-rata sudah 26 tahun menjadi tumpuan hidup masyarakat, bahkan sudah sampai generasi kedua. Sekarang malah diklaim masuk TNTN. Kalau diambil secara sepihak, ini tidak adil,” kata Marlan saat ditemui Riau, Rabu (10/9/2025).
Ketegangan meningkat setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Nusron Wahid, menyatakan bahwa lebih dari 1.000 persil sertifikat telah diserahkan secara sukarela kepada negara. Marlan menegaskan, hingga saat ini tidak ada warga yang menyerahkan kebunnya. “Semua surat masih ada pada petani. Bagaimana mau menyerahkan? Itu satu-satunya penghidupan kami,” tegasnya.
Marlan juga menyoroti isu relokasi. Ia meminta kepastian lokasi pengganti dan nilai ekonomis lahan baru agar warga tidak harus memulai hidup dari nol. “Petani juga butuh jaminan lokasi baru aman dari kebijakan pemerintah, karena ini menyangkut masa depan anak-anak kami,” jelasnya.
Meski di tengah kekhawatiran, operasional kebun sawit masih berjalan normal, dengan rata-rata produksi 1.500 ton per bulan dan penghasilan sekitar Rp5 juta per keluarga. Namun, kekhawatiran warga sedikit memengaruhi semangat perawatan kebun.
Selain itu, kehadiran Satgas PKH juga berdampak pada pembangunan infrastruktur. Warga Dusun Pondok Kompeh yang selama ini bergantung pada PLTD, genset, dan tenaga surya untuk penerangan, nyaris kehilangan harapan aliran listrik dari PLN karena situasi yang tidak pasti.
Abdul Aziz, Ketua Umum Wartawan Sawit Nusantara (WSN), menegaskan bahwa pemerintah harus menghormati umur sertifikat yang lebih tua dibanding SK TNTN. “Kalau lahan petani diklaim kawasan hutan tanpa penataan batas yang jelas, itu berarti TNTN merambah kebun masyarakat. Satgas PKH seharusnya paham aturan ini,” ujarnya.
Aziz menambahkan bahwa berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutanan, kawasan hutan harus dikukuhkan melalui penataan batas yang jelas, termasuk Berita Acara Tata Batas (BATB). Tanpa itu, kepastian hukum bagi warga Pondok Kompeh tidak ada.
Marlan dan warga menegaskan bahwa mereka tidak ingin menentang pemerintah, tapi meminta keadilan dan kepastian hukum atas lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun.