Fenomena China Tutup Ribuan SPBU Jadi Pelajaran, Indonesia Diminta Siap Transisi Energi Senin, 15/09/2025 | 08:52
Riau12.com-JAKARTA – Gejolak industri kilang minyak global kini menjadi sorotan setelah China menutup sebagian besar fasilitasnya akibat menurunnya permintaan bahan bakar fosil. Namun, kondisi tersebut dinilai tidak serta-merta menjalar ke Indonesia.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menegaskan perbedaan mendasar antara kedua negara terletak pada tingkat konsumsi energi. “Permintaan BBM di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 1,5 juta barel per hari. Itu membuat kilang di dalam negeri tetap beroperasi, meski sebagian kebutuhan harus dipenuhi lewat impor,” ujarnya, Minggu (14/9/2025).
Menurut Yuliot, penutupan kilang dan ribuan SPBU di China merupakan konsekuensi dari akselerasi kendaraan listrik (EV) yang kini mendominasi lebih dari 50 persen energi transportasi di negara tersebut. “Di sana, bukan hanya mobil pribadi, tetapi juga angkutan umum, logistik, hingga shipping sudah beralih ke baterai,” jelasnya.
Berbeda dengan China, Indonesia masih berada pada fase kebutuhan BBM yang stabil tinggi. Dengan begitu, tekanan terhadap kilang dalam negeri relatif lebih ringan. Namun, Yuliot mengingatkan agar kondisi ini tidak membuat Indonesia terlena.
“Yang penting sekarang adalah mengoptimalkan kapasitas kilang domestik. Kalau kurang, ya kita impor. Tapi ke depan, transisi energi tetap harus kita persiapkan,” tegasnya.
Selain faktor teknologi, kondisi global juga dipengaruhi oleh overkapasitas kilang di China dan sanksi Amerika Serikat terhadap sektor energi Rusia sejak awal 2025. Perusahaan Rongsheng Petrochemical Co memperkirakan, butuh waktu 3–5 tahun bagi China untuk memangkas 100 juta ton kapasitas kilang agar industrinya kembali stabil.
Saat ini, pemerintah China gencar menutup kilang-kilang kecil, memodernisasi fasilitas lama, serta mengalihkan investasi ke sektor material berteknologi tinggi. Strategi ini disebut sebagai langkah “anti-involution” guna mengatasi persaingan tidak sehat, mencegah deflasi, sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Indonesia masih fokus menjaga pasokan energi fosil, sembari perlahan menyiapkan transisi menuju energi bersih. “Kita harus belajar dari fenomena di China. Kalau tidak siap, bisa tiba-tiba demand jatuh, dan kilang kita tidak relevan lagi,” pungkas Yuliot.