Riau12.com-PEKANBARU – Pemerhati kebijakan publik, Muhammad Herwan, menyoroti kebijakan Pemerintah Pusat yang memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD), termasuk Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan Non Migas seperti DBH Kelapa Sawit. Menurutnya, kebijakan ini sangat merugikan daerah dan masyarakat yang bergantung pada dana tersebut untuk pembangunan.
Herwan menjelaskan pemangkasan TKD ini merupakan dampak dari kebijakan efisiensi anggaran yang dimulai pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2025 dan berlaku sejak Agustus 2025.
“Di tahun 2025 saja, pembangunan di daerah sudah stagnan dan beban ekonomi rakyat semakin berat. Kini, untuk tahun anggaran 2026, Pemerintah Pusat kembali memangkas TKD hingga 50 persen,” kata Herwan, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau, Selasa (8/10/2025).
Selain pemangkasan TKD, Herwan menyoroti kebijakan Permendagri Nomor 14 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2026. Kebijakan ini menginstruksikan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dibiayai langsung oleh APBD daerah, bukan dari APBN seperti sebelumnya.
Menurut Herwan, yang juga Wakil Sekretaris Apindo Riau, kebijakan tersebut berpotensi menekan ruang fiskal daerah. “Program populis Pemerintah Pusat ini akan semakin membebani anggaran daerah dan mengorbankan program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” ujarnya.
Herwan menegaskan, daerah seharusnya bersikap tegas karena alokasi DBH Migas dan Non Migas merupakan mandat undang-undang yang tidak dapat diubah hanya melalui Inpres atau peraturan menteri.
“Ironisnya, banyak pemerintah daerah tidak mencermati hal ini. Bisa jadi karena tidak memiliki data valid mengenai besaran DBH yang seharusnya mereka terima dari Pemerintah Pusat,” tegas mantan Direktur Eksekutif Kadin Riau tersebut.
Ia mengingatkan, pemangkasan TKD akan berdampak luas terhadap pembangunan daerah. Oleh karena itu, Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan DPRD diminta segera bersikap dan memperjuangkan hak keuangan daerah.
“Jangan hanya diam dan menerima begitu saja kebijakan pusat yang mengurangi hak rakyat daerah,” ujar Herwan.
Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah daerah melakukan introspeksi terhadap pola penggunaan anggaran. Porsi belanja operasional yang selama ini terlalu besar, terutama untuk gaji, tunjangan, dan perjalanan dinas, harus segera diefisienkan.
“Efisiensi belanja operasi harus jadi prioritas utama. Proporsi belanja pembangunan yang berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan rakyat harus diperbesar,” pungkas Herwan.