DPR Bongkar Jalur Penyelundupan Durian Lewat Riau, Kadin Minta Pengawasan Diperketat Jumat, 17/10/2025 | 09:53
Riau12.com-PEKANBARU – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Riau mendesak aparat penegak hukum untuk memperketat pengawasan di jalur-jalur rawan penyelundupan barang ilegal dari luar negeri. Praktik penyelundupan yang marak belakangan ini dinilai telah merugikan pendapatan negara sekaligus mengancam keberlangsungan produk lokal.
Direktur Kadin Riau, Kholis Ramli, Kamis (16/10/2025), mengatakan seruan ini muncul menanggapi pernyataan anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, yang mengungkap adanya penyelundupan sedikitnya 10 ton durian tanpa izin resmi masuk ke Indonesia setiap hari melalui sejumlah jalur seperti Batam, Riau, dan Jakarta.
“Serbuan buah ilegal bukan hanya durian Malaysia, tetapi juga mangga Thailand, jeruk, dan anggur dari China. Ini sudah sangat merugikan,” ujar Kholis.
Menurutnya, pemerintah pusat perlu menjadikan penanganan penyelundupan produk hortikultura sebagai prioritas nasional. Kholis menilai, pengawasan yang efektif hanya bisa dilakukan melalui kerja sama lintas instansi, terutama Bea Cukai, TNI, dan Polri.
“Imbauan kita, tolong diperkuat pengawasan di pintu-pintu masuk buah ilegal itu dan tingkatkan operasi penindakan di lapangan,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan sejumlah langkah strategis yang perlu dilakukan, antara lain memperkuat penjagaan di jalur rawan penyelundupan, menindak tegas pelaku sesuai hukum, serta secara terbuka mengekspos pemusnahan barang hasil selundupan.
“Selain itu, perlu edukasi masyarakat untuk tidak menggunakan jasa titip ilegal dan mendorong gerakan mencintai serta mengonsumsi produk buah lokal,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menegaskan aktivitas penyelundupan buah ilegal sudah sangat terorganisir. Ia menyebut pengiriman dilakukan hampir setiap hari, bahkan ada oknum yang rutin mengirim satu hingga dua ton durian langsung ke Jakarta melalui Batam dan Riau.
“Bayangkan, 10 ton durian masuk tanpa izin setiap hari. Itu bukan hanya soal kerugian ekonomi, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap produk dalam negeri,” kata Labib.
Menurutnya, praktik penyelundupan ini membuat petani lokal terpukul. Harga durian dalam negeri jatuh karena kalah bersaing dengan durian impor ilegal yang dijual lebih murah. “Durian Malaysia itu bisa murah karena tanpa pajak dan tanpa biaya resmi, sehingga menciptakan persaingan tidak sehat,” ujarnya.
Labib juga menyoroti lemahnya pengawasan di jalur distribusi. Ia menyebut banyak durian ilegal yang lolos tanpa melewati prosedur karantina dan tanpa izin Kementerian Perdagangan. “Kalau ini terus dibiarkan, bukan hanya petani yang rugi, tapi negara kehilangan potensi pajak dan kendali atas kualitas pangan,” katanya.
Ia menilai praktik impor ilegal seperti ini memperkuat dominasi para pemain besar yang menguasai pasar lewat cara curang. Durian ilegal hanyalah satu contoh dari banyak produk yang masuk tanpa izin, mulai dari pakaian, elektronik, hingga hasil hortikultura.
“Indonesia seperti surga bagi importir nakal. Mereka tahu sistem kita lemah dan mudah dilobi,” tegasnya.
Untuk itu, Labib mendesak pemerintah memperkuat sistem digital pengawasan di pelabuhan dan jalur darat serta memperbaiki koordinasi antarinstansi. “Kalau tidak ada ketegasan dan sinergi, kasus seperti ini akan terus berulang,” ujarnya menutup pernyataan.