Akhlak dalam Pandangan Islam: Dari Ihya Ulumiddin hingga Kisah Bocah Jujur di Hadapan Khalifah Rabu, 22/10/2025 | 13:50
Riau12.com-ISLAM – Dalam ajaran Islam, akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. Islam tidak hanya mengatur aspek ibadah dan muamalah, tetapi juga menuntun bagaimana seharusnya seorang Muslim berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, sosok yang dijadikan teladan utama dalam perkara akhlak adalah Nabi Muhammad SAW, manusia yang sempurna dalam tutur kata dan perbuatan.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa akhlak merupakan perangai yang menetap kuat dalam jiwa seseorang. Karakter ini muncul dari kebiasaan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu hingga menjadi bagian dari dirinya. Dengan kata lain, akhlak bukan sekadar perilaku sesaat, melainkan hasil dari pembiasaan dan kesadaran yang mendalam.
Menurut Imam Al-Ghazali, terdapat dua syarat utama dalam pembentukan akhlak, yaitu stabilitas dan spontanitas. Stabilitas mencerminkan konsistensi seseorang dalam berbuat baik secara berkelanjutan, sementara spontanitas menggambarkan keikhlasan dan ketulusan hati dalam melakukan kebaikan tanpa adanya paksaan.
Beliau juga menjelaskan bahwa seseorang yang benar-benar berakhlak harus mampu mengendalikan empat hal yang paling sulit dalam kehidupan, yakni nafsu, amarah, pengetahuan, dan keadilan. Dengan pengendalian itu, akhlak tidak hanya tampak pada kata-kata, tetapi juga dalam sikap dan tindakan nyata.
Sebuah kisah menarik pernah terjadi di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Suatu hari, sang khalifah bertemu dengan seorang anak gembala yang tengah menjaga domba milik majikannya. Untuk menguji kejujuran anak itu, Umar bertanya, “Nak, maukah kau jual satu domba kepadaku?” Anak itu menjawab, “Domba-domba ini bukan milikku, tetapi milik majikanku.”
Umar kemudian mencoba merayunya dengan berkata, “Kalau kau jual satu saja, majikanmu tidak akan tahu.” Namun, sang anak menjawab tegas, “Majikanku memang tidak tahu, tapi Allah selalu tahu. Aku tidak mau mengecewakan Tuhanku.”
Jawaban sederhana namun penuh makna dari bocah gembala itu mencerminkan hakikat akhlak yang sejati. Ia memilih kejujuran di atas keuntungan pribadi, karena keyakinannya bahwa Allah Maha Mengetahui setiap perbuatan manusia.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Kebaikan adalah apa-apa yang membuat hatimu tenang, sedangkan kejahatan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.” (HR. Muslim).
Dari kisah ini, dapat dipahami bahwa akhlak bukan hanya tentang bagaimana seseorang bersikap di hadapan manusia, tetapi juga bagaimana ia menjaga hubungan dengan Allah dan menjaga ketenangan hatinya dalam setiap tindakan. Akhlak yang baik tumbuh dari kesadaran, kejujuran, dan keikhlasan, yang menjadi cerminan sejati keimanan seorang Muslim.